Hitam Putih

Hitam putih, dua warna yang selalu bertolak belakang dalam kehidupan kita. Hitam sering di identikan dengan keburukan dan kesedihan sedangkan putih identik dengan bersih dan suci. Tapi bukan masalah perbedaan warna yang ingin penulis sampaikan.
Dua orang anak yang selalu bertengkar dan tidak pernah akur. Apabila mereka berdua diberikan kesempatan untuk memberikan komentar oleh gurunya maka mereka tidak pernah sependapat. Kadang mereka malah saling ejek. Bahkan kadang mereka teriak-teriak dalam ruangan demi mempertahankan opini masing-masing. Untungnya mereka hanya berperang mulut dan tidak sampai kontak fisik. Tapi mereka telah mengganggu teman-temannya yang berada di ruangan kelas. Guru mereka pun ikut pusing. Bisa saja, bila dibiarkan keadaan ini, mungkin mereka makin brutal dan terjadi kontak fisik.
Akhirnya sang guru pun memanggil dua orang siswa yang berseteru itu. Mereka di minta masuk ke ruangan yang berbeda tapi bersebelahan. Di ruangan tersebut, masing-masing disediakan kursi dan meja. Sehelai kertas di letakkan di masing-masing meja mereka. Sedangkan sang guru, duduk di luar ruangan di antara kedua ruangan. Sehingga sang guru masih bisa melihat apa yang dikerjakan sang murid di dalam ruangan.
Setelah kedua murid tersebut masuk ke ruangan masing-masing, sang guru pun memerintahkan mereka duduk di kursi yang telah di sediakan. Dari luar ruangan sang guru menanaykan, “Apakah warna kertas yang ada di depan kalian?,” Tanya sang guru. Kedua murid tersebut menjawab dengan semangat, hampir bersamaan. Murid pertama menjawab,”hitam!” dan murid kedua menjawab setengah berteriak, “putih!”.
Seperti biasa, mereka tidak berhenti sampai di situ saja. Hardikan pun mulai keluar. “Hei apa kamu buta warna, tidak bisa membedakan warna. Ini kertas warna hitam!, “ teriak murid pertama. Tak kalah sengitnya murid kedua, malah sambil berdiri dari kursi nya dan bertolak pinggang. “Aku baru ketemu orang sebodoh kamu, kertas putih dibilang warna hitam. Apa kamu lagi mabok ya, semua kelihatan gelap dan hitam!,”.
Sang guru pun tidak mau keadaan ini berkepanjangan dan memerintahkan keduanya untuk keluar ruangan. “Sekarang coba kalian berpindah ruangan,” perintah sang guru penuh kelembutan. Mereka pun masuk kembali ke ruangan dan duduk di kursi yang tersedia di ruangan tersebut. Dari luar ruang suara sang guru terdengar, “Sekarang tolong kalian sebuatkan apa warna kertas yang ada di depan kalian!,” pinta sang guru.
Kedua murid ini pun terbelalak, kemudian tersenyum dan malu dengan dirinya sendiri. Murid pertama pun menyadari bahwa temannya benar, kertas yang ada di atas meja tersebut putih. Murid kedua pun sadar bahwa temannya juga benar bahwa warna kertas yang berada di hadapan tadi bewarna hitam. Akhirnya mereka keluar ruangan dengan lega dan saling bersalaman.
Sebuah pelajaran berharga yang bisa kita tarik hikmahnya. Sebuah cara pandang sering membuat kita bertengkar. Padahal bisa jadi kedua pendapat itu benar. Biasanya kita lebih senang bedebat dan saling menikam dengan kata-kata, sampai puas menaklukkan sang lawan. Padahal kita lupa satu hal, untuk pindah “ruangan” sehingga kita juga bisa melihat sisa pandang teman kita. Cobalah untuk sekali waktu kita melihat ke dalam. Datanglah dengan kehangatan, dengarkan dan lihat apa yang “dilihat” oleh teman kita. Jangan melihat “kertas” di meja teman kita dengan menggunakan kertas yang berada di hadapan kita. (Saduran dari tulisan, Irfan Toni Herlambang, Buku Kekuatan Cinta, Teuku Umar 35 , 7 Desember 2010)

Tinggalkan komentar